Langsung ke konten utama

Edisi Film

Sepotong Refleksi Setelah Call Me Chihiro


Ada malam-malam yang datang pelan, tanpa suara, hanya membawa rasa hangat yang merayap lembut ke dada.

Hari ini, aku menonton Call Me Chihiro, sebuah film yang rasanya seperti hujan tipis di sore hari diam, menenangkan, tapi perlahan membasuh bagian hati yang lama tak disentuh.

Chihiro berjalan sendirian, tapi tak pernah benar-benar sepi.

Ia memeluk dunia dengan caranya sendiri, memungut sunyi di sudut-sudut kota, menanamkan benih hangat dalam tatapan orang-orang yang ia temui.

Aku jatuh cinta pada caranya merawat luka, tanpa bertanya panjang, tanpa perlu alasan rumit.

Seperti seseorang yang menaruh selimut di bahumu saat kau tertidur, diam-diam, penuh kasih.

Film ini mengajarkanku bahwa kesendirian tidak selalu berarti kehilangan.

Terkadang, ia adalah ruang untuk bertumbuh, untuk mendengar lagi bisikan hati sendiri, untuk merayakan detak yang kita lupakan saat terlalu sibuk mengejar dunia.

Ada ketenangan yang menetes perlahan, menyejukkan, seakan berkata: “Tidak apa-apa. Pelan saja. Sunyi pun bisa menjadi taman yang penuh bunga.”

Malam ini, aku ingin menatap langit lebih lama.

Membiarkan kesunyian duduk di sampingku, menenangkan napas yang sering tergesa.

Aku ingin merawat luka-luka kecil di dalam dada seperti Chihiro merawat orang-orang di tepi laut lembut, penuh sabar, dan setia.

Dan besok, aku ingin berjalan lebih pelan.

Mendengar suara angin, merasakan cahaya pagi di kulit, dan membisik pada diri sendiri:

“Aku baik-baik saja. Bahkan sunyi pun bisa menjadi rumah.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hutan Hujan dan Beruang dari Kutub

Hutan Hujan dan Beruang dari Kutub Dulu, aku adalah hutan hujan tropis lebat, rimbun, basah oleh embun harapan. aku menyambut siapa saja yang datang dengan tangan terbuka dari akar-akar yang panjang. Aku menyayangi setiap yang berlalu, dan menyimpan kisah mereka di celah batang dan bunga yang mekar. Lalu datanglah singa megah, mengaum dengan janji kekuasaan. Ia menari di atas tanahku, berlari di antara ilalang, dan kukira ia ingin tinggal. Namun, ia bukan ingin berteduh. Ia merusak. Mengoyak semak, membakar alang-alang, membuat burung-burung pergi, dan aliran sungaiku kering dalam kesedihan yang tak bersuara. Aku marah. Aku memerintahkan seluruh penghuni pergi. Aku tutup pintu-pintu rimbaku, aku tak ingin siapa pun menginjak tanahku lagi. Namun ada dua yang bertahan: seekor monyet ceria yang suka berceloteh dan seekor sapi sabar yang senyumnya seperti matahari sore. Mereka tinggal. Mereka membersihkan reruntuhan dengan ketulusan yang tenang. Mereka menanam kembali bunga, menyiram luka-...

Nggak Apa-Apa Kok Kalau Kamu Capek Duluan

Nggak Apa-Apa Kok Kalau Kamu Capek Duluan Untuk kamu yang pernah berjuang sendirian tanpa tahu arahnya ke mana. Kamu pernah nggak sih, suka sama seseorang, tapi rasanya kayak lagi ngobrol sendirian di ruang kosong? Kamu kasih perhatian, tapi dibalas singkat. Kamu kirim pesan panjang, tapi cuma dapat “udah” atau “oke.” Kamu bertanya-tanya terus: “Aku salah apa ya?” Padahal, sebenarnya kamu nggak salah. Kadang, kita terlalu sibuk membuktikan bahwa kita layak dicintai, sampai lupa kalau dicintai itu bukan sesuatu yang harus dibuktikan mati-matian apalagi kalau kita sendirian yang usaha. Mungkin kamu udah kasih yang terbaik. Mungkin kamu bahkan sampai ngerasa, “kok aku aja yang mikirin semuanya, ya?” Tapi, tahu nggak? Itu bukan karena kamu lemah. Itu karena kamu punya hati yang besar. Dan itu indah tapi juga melelahkan. Jadi kalau kamu merasa capek, itu wajar. Kalau kamu akhirnya mundur, itu bukan berarti kamu kalah. Kamu cuma milih untuk sayang sama diri sendiri duluan. Kamu sadar, kalau ...

A Latter for someone in 2023

Aku takut jatuh cinta, karena jika aku jatuh cinta, tidak ada kata setengah-setengah. Maka, ketika kali ini aku jatuh cinta tanpa menemukan sebabnya, aku merasa menggali kuburku sendiri. Dan ternyata prediksiku tepat. Aku sempat hancur sehancur-hancurnya. Tapi Tuhan sudah menetapkanku untuk merasakannya. Dan aku sangat bersyukur untuk pengalaman ini, terima kasih :). Kemudian pemahaman itu datang. kehancuranku yang pertama adalah karena ekspektasi, kehancuranku kali ini karena ekspektasi juga. Bukan salah cintanya, tapi yang salah adalah aku yang menaruh harapan dan ekspektasi.  Akhirnya aku paham, cinta dan ekspektasi sering dicampur adukkan, Ini resep kehancuran. Aku sedang belajar, untuk tetap mencintai namun melepaskan diri dari ekspektasi dan harapan.  Cinta ya cinta. Titik. Ada jenis cinta yang tetap subur, meskipun kita tidak membersamai ia yang kita kasihi. Cinta yang melepaskan segala bentuk keterikatan. Cinta yang memerdekakan diri dan ia yang kita cintai.  Maka...