Langsung ke konten utama

Edisi cerita teman


Jadi Cowok Pendek Emang Gak Punya Hak Dicintai?




I couldn’t help but wonder…

Sejak kapan cinta jadi soal tinggi badan?


Aku pernah pacaran sama cowok pendek.

Bukan “pendek versi insecure” yang sebenernya masih 178 cm tapi gak pede foto bareng temen-temennya.

No, darling. Ini beneran pendek. Pendek yang kalau jalan bareng aku, orang kira aku kakaknya.


Mukanya? Gak ada yang bisa diselamatin sama angle kamera.

Tititnya kecil.

Literally, gak ada satu hal pun dari dia yang bisa dibilang “ideal male specimen.”


Tapi… guess what?

Aku masih inget dia.


Bukan karena dia ganteng.

Tapi karena dia ngerti gimana caranya show up.

Bukan cuma soal urusan ranjang meskipun yes, dia surprisingly tau persis apa yang dia lakuin di kasur (never underestimate the short king, babe).

Tapi juga karena dia ngerti hal-hal kecil yang cowok-cowok ganteng sering anggap remeh.


Dia hafal pesanan kopi aku tanpa harus aku ulang.

Dia tau aku punya trust issue, dan dia gak pernah maksa.

Dia sabar dengerin aku marah 45 menit soal drama temen kantor yang gak profesional.


Dia gak tinggi. Tapi dia hadir.


Beberapa minggu lalu, temenku, sebut aja Y, ngalamin hal yang… jujur, bikin aku pengen ngetik tulisan ini.


Y diselingkuhin.

Alasannya?

Karena dia pendek.

Dan dompetnya gak setebal standar cowok “mapan” ala eks pacarnya.


Cowok masih diukur dari tinggi badan dan saldo rekening?

Apparently, yes.


Y, yang sebaik itu, setulus itu, sesayang itu,

Ditinggal demi cowok yang katanya lebih “standar.”

Dan realita itu… nyakitin banget.


Y literally gemeteran waktu cerita ke aku.

Dia bilang, “Gue rasa emang gue gak layak dicintai, Cin… gue pendek, kerjaan gue biasa aja…”

Dan aku cuma bisa diem.


Karena aku ngerti rasanya.

Aku pernah punya cowok yang dunia anggap “nothing special.”

Tapi cara dia nyentuh hati aku?

Bikin susah move-on sampai sekarang.


Kadang, aku capek sama society yang mikir cowok harus tinggi, tajir, dominan, harus emotionally available tapi jangan terlalu sensitif, nanti dibilang lemah.

Cowok harus punya semuanya.

Kalau enggak?

Lo jadi bahan bercandaan.


Padahal, dari semua cowok yang pernah aku kenal,

Yang paling ninggalin bekas justru si pendek, si gak punya mobil, si kecil titit itu…

Karena dia ngerti satu hal: how to love with intention.


Kita semua, laki-laki, perempuan, siapapun, pernah ngerasa gak cukup.

Tapi buat cowok kayak Y, yang dipukul pake alasan murah kayak “karena lo pendek”, itu lebih dari sekadar patah hati.

Itu pukulan ke harga diri.


Dan yang paling nyesek?

Dia percaya.


Dia beneran mikir dia gak layak dicintai cuma karena dia gak nyampe 170 cm dan gajinya masih UMR.


Padahal, yang salah bukan dia.

Yang salah itu dunia yang mikir cinta kayak Excel Sheet.

Diukur, dihitung, terus disimpulin.


Here’s the tea:

Banyak cewek bilang, “Aku pengen cowok yang effort.”

Tapi pas effort itu muncul dalam bentuk cowok yang gak ganteng, gak kaya, gak populer langsung dicuekin.


Padahal, effort paling tulus sering datang dari cowok yang sadar dia gak bisa ngandelin fisik atau materi.

Dia cuma ngandelin niat.

Dan buat aku? That’s the real hot shit.


Jadi, buat semua Y di luar sana:


You are not lacking.

You’re not a failure.

You’re just surrounded by people too shallow to see your worth beyond numbers.


Kamu gak perlu tinggi buat jadi pelindung.

Kamu gak perlu tajir buat dianggap berharga.

You are enough. You’ve been enough all along.


Suatu hari, akan ada orang yang liat kamu  bukan dari sudut kamera,

Tapi dari hati yang ngerti gimana caranya ngerasain.


Dia gak peduli kamu bisa angkat galon atau buka tutup toples selai atau enggak.

Yang dia peduliin? Kamu bisa buka hatinya.


And maybe, just maybe,

Cinta gak selalu datang dari cowok paling tinggi di ruangan.

Kadang, dia datang dari yang paling ngerti cara hadir.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hutan Hujan dan Beruang dari Kutub

Hutan Hujan dan Beruang dari Kutub Dulu, aku adalah hutan hujan tropis lebat, rimbun, basah oleh embun harapan. aku menyambut siapa saja yang datang dengan tangan terbuka dari akar-akar yang panjang. Aku menyayangi setiap yang berlalu, dan menyimpan kisah mereka di celah batang dan bunga yang mekar. Lalu datanglah singa megah, mengaum dengan janji kekuasaan. Ia menari di atas tanahku, berlari di antara ilalang, dan kukira ia ingin tinggal. Namun, ia bukan ingin berteduh. Ia merusak. Mengoyak semak, membakar alang-alang, membuat burung-burung pergi, dan aliran sungaiku kering dalam kesedihan yang tak bersuara. Aku marah. Aku memerintahkan seluruh penghuni pergi. Aku tutup pintu-pintu rimbaku, aku tak ingin siapa pun menginjak tanahku lagi. Namun ada dua yang bertahan: seekor monyet ceria yang suka berceloteh dan seekor sapi sabar yang senyumnya seperti matahari sore. Mereka tinggal. Mereka membersihkan reruntuhan dengan ketulusan yang tenang. Mereka menanam kembali bunga, menyiram luka-...

Nggak Apa-Apa Kok Kalau Kamu Capek Duluan

Nggak Apa-Apa Kok Kalau Kamu Capek Duluan Untuk kamu yang pernah berjuang sendirian tanpa tahu arahnya ke mana. Kamu pernah nggak sih, suka sama seseorang, tapi rasanya kayak lagi ngobrol sendirian di ruang kosong? Kamu kasih perhatian, tapi dibalas singkat. Kamu kirim pesan panjang, tapi cuma dapat “udah” atau “oke.” Kamu bertanya-tanya terus: “Aku salah apa ya?” Padahal, sebenarnya kamu nggak salah. Kadang, kita terlalu sibuk membuktikan bahwa kita layak dicintai, sampai lupa kalau dicintai itu bukan sesuatu yang harus dibuktikan mati-matian apalagi kalau kita sendirian yang usaha. Mungkin kamu udah kasih yang terbaik. Mungkin kamu bahkan sampai ngerasa, “kok aku aja yang mikirin semuanya, ya?” Tapi, tahu nggak? Itu bukan karena kamu lemah. Itu karena kamu punya hati yang besar. Dan itu indah tapi juga melelahkan. Jadi kalau kamu merasa capek, itu wajar. Kalau kamu akhirnya mundur, itu bukan berarti kamu kalah. Kamu cuma milih untuk sayang sama diri sendiri duluan. Kamu sadar, kalau ...

A Latter for someone in 2023

Aku takut jatuh cinta, karena jika aku jatuh cinta, tidak ada kata setengah-setengah. Maka, ketika kali ini aku jatuh cinta tanpa menemukan sebabnya, aku merasa menggali kuburku sendiri. Dan ternyata prediksiku tepat. Aku sempat hancur sehancur-hancurnya. Tapi Tuhan sudah menetapkanku untuk merasakannya. Dan aku sangat bersyukur untuk pengalaman ini, terima kasih :). Kemudian pemahaman itu datang. kehancuranku yang pertama adalah karena ekspektasi, kehancuranku kali ini karena ekspektasi juga. Bukan salah cintanya, tapi yang salah adalah aku yang menaruh harapan dan ekspektasi.  Akhirnya aku paham, cinta dan ekspektasi sering dicampur adukkan, Ini resep kehancuran. Aku sedang belajar, untuk tetap mencintai namun melepaskan diri dari ekspektasi dan harapan.  Cinta ya cinta. Titik. Ada jenis cinta yang tetap subur, meskipun kita tidak membersamai ia yang kita kasihi. Cinta yang melepaskan segala bentuk keterikatan. Cinta yang memerdekakan diri dan ia yang kita cintai.  Maka...