Langsung ke konten utama

A Latter for someone in 2023

Aku takut jatuh cinta, karena jika aku jatuh cinta, tidak ada kata setengah-setengah. Maka, ketika kali ini aku jatuh cinta tanpa menemukan sebabnya, aku merasa menggali kuburku sendiri. Dan ternyata prediksiku tepat. Aku sempat hancur sehancur-hancurnya. Tapi Tuhan sudah menetapkanku untuk merasakannya. Dan aku sangat bersyukur untuk pengalaman ini, terima kasih :).

Kemudian pemahaman itu datang. kehancuranku yang pertama adalah karena ekspektasi, kehancuranku kali ini karena ekspektasi juga. Bukan salah cintanya, tapi yang salah adalah aku yang menaruh harapan dan ekspektasi. 

Akhirnya aku paham, cinta dan ekspektasi sering dicampur adukkan, Ini resep kehancuran. Aku sedang belajar, untuk tetap mencintai namun melepaskan diri dari ekspektasi dan harapan.
 Cinta ya cinta. Titik. Ada jenis cinta yang tetap subur, meskipun kita tidak membersamai ia yang kita kasihi. Cinta yang melepaskan segala bentuk keterikatan. Cinta yang memerdekakan diri dan ia yang kita cintai. 

Maka, aku mencintaimu (sangat), dan aku harus belajar untuk melepaskanmu. 

Seberapapun besarnya perbedaan, itu bukan jadi alasan untuk aku berhenti menyayangimu. Ini tentang pelajaran, bahwa cinta harus dimurnikan dari segala bentuk debris nafsu, obsesi, ekspektasi, sebab-sebab duniawi, dan hal-hal yang akan menjadi racun di kemudian hari. Haha..terlalu idealis kah?

Maka aku mohon izin untuk mencintaimu dengan caraku (ah kau benci jika aku berkata begini bukan) : dengan selalu menyebutmu dalam sujud dan doa-doaku. Memohon agar Tuhan menjagamu, melindungimu, dan memberikan kebaikan dan keberkahan pada setiap aktivitasmu. Memohon agar Tuhan hadirkan orang-orang yang akan membuatmu bahagia. Sisanya, biarkan alam semesta yang mengaturnya. 

Mungkin ini semacam surat cinta, karena jelas, aku tidak punya keberanian untuk bicara. 

Mungkin kita akan bertemu lagi, mungkin tidak. Membayangkan kedua kemungkinan itu masih membuatku merasa sakit. Yang terpenting bagiku sekarang adalah, kamu hidup tenang dan bahagia bersama-Nya. Semoga kamu tidak keberatan dengan keputusanku untuk selalu mendoakanmu :’). 

Terima kasih sudah menjadi dirimu yang baik hati. Terima kasih sudah membantuku, terima kasih sudah mau berteman dengan orang aneh sepertiku. Terima kasih sudah lahir ke dunia :).  Sekarang, kamu tau kan, seberapa pentingnya kebahagiaan dirimu buatku? Please, jangan lupa bahagia :).

(Selesai ditulis jam 1 pagi. Jam 4.43, dibaca ulang, kemudian merasa cringey sendiri. Duh...tapi ya sudahlah. namanya kentut gak boleh ditahan :p. Kepada siapapun yang membacanya, mungkin ada yang merasa ini ditujukan untuk anda, selamat ilfeel >u<. Udah bodo amat lah ya..gak tiap saat punya keberanian ngeluarin unek-unek se-melow ini. Good job Cin, atas keberanian dan bold-nya dirimu. Lebih baik malu, dari pada menyesal karena gak ngeluarin sesuatu yang sepatutnya diungkapin demi kesehatan mental dan kedamaian dalam diri. Untuk bisa lebih ringan melangkah maju ke fase evolusi diri selanjutnya.#pelukdirisendiri) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hutan Hujan dan Beruang dari Kutub

Hutan Hujan dan Beruang dari Kutub Dulu, aku adalah hutan hujan tropis lebat, rimbun, basah oleh embun harapan. aku menyambut siapa saja yang datang dengan tangan terbuka dari akar-akar yang panjang. Aku menyayangi setiap yang berlalu, dan menyimpan kisah mereka di celah batang dan bunga yang mekar. Lalu datanglah singa megah, mengaum dengan janji kekuasaan. Ia menari di atas tanahku, berlari di antara ilalang, dan kukira ia ingin tinggal. Namun, ia bukan ingin berteduh. Ia merusak. Mengoyak semak, membakar alang-alang, membuat burung-burung pergi, dan aliran sungaiku kering dalam kesedihan yang tak bersuara. Aku marah. Aku memerintahkan seluruh penghuni pergi. Aku tutup pintu-pintu rimbaku, aku tak ingin siapa pun menginjak tanahku lagi. Namun ada dua yang bertahan: seekor monyet ceria yang suka berceloteh dan seekor sapi sabar yang senyumnya seperti matahari sore. Mereka tinggal. Mereka membersihkan reruntuhan dengan ketulusan yang tenang. Mereka menanam kembali bunga, menyiram luka-...

Nggak Apa-Apa Kok Kalau Kamu Capek Duluan

Nggak Apa-Apa Kok Kalau Kamu Capek Duluan Untuk kamu yang pernah berjuang sendirian tanpa tahu arahnya ke mana. Kamu pernah nggak sih, suka sama seseorang, tapi rasanya kayak lagi ngobrol sendirian di ruang kosong? Kamu kasih perhatian, tapi dibalas singkat. Kamu kirim pesan panjang, tapi cuma dapat “udah” atau “oke.” Kamu bertanya-tanya terus: “Aku salah apa ya?” Padahal, sebenarnya kamu nggak salah. Kadang, kita terlalu sibuk membuktikan bahwa kita layak dicintai, sampai lupa kalau dicintai itu bukan sesuatu yang harus dibuktikan mati-matian apalagi kalau kita sendirian yang usaha. Mungkin kamu udah kasih yang terbaik. Mungkin kamu bahkan sampai ngerasa, “kok aku aja yang mikirin semuanya, ya?” Tapi, tahu nggak? Itu bukan karena kamu lemah. Itu karena kamu punya hati yang besar. Dan itu indah tapi juga melelahkan. Jadi kalau kamu merasa capek, itu wajar. Kalau kamu akhirnya mundur, itu bukan berarti kamu kalah. Kamu cuma milih untuk sayang sama diri sendiri duluan. Kamu sadar, kalau ...