Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2025

Pisau Bermata Dua

Sebuah Perenungan Tentang Aku dan Papa Aku dan Papa adalah dua batu yang tak pernah benar-benar bertemu, tapi saling membentuk bentang alam yang sama. Ia tidak pernah mengajarkanku cara mencintai secara lembut, tapi ia menunjukkan bagaimana berpikir dengan kepala dingin di tengah dunia yang gaduh. Dan sejak kecil, aku belajar mencintai bukan dengan pelukan, tapi dengan debat. Papa adalah mantan aktivis. Di masa kanakku, ia adalah suara yang keras di dalam rumah yang sepi. Ia tidak pernah bertanya padaku, “Apa kabar hari ini?” tapi ia akan dengan serius mengajakku mendiskusikan politik luar negeri, sistem ketimpangan kelas, dan mengapa revolusi tak boleh setengah hati. Ia tidak menuntunku ke dapur untuk mengajari cara membuat teh manis, tapi ia duduk di sampingku, mengajarkan bagaimana berpikir radikal. Dan begitulah aku tumbuh. Bukan sebagai anak perempuan manis yang mengenakan pita dan bermain boneka, tapi sebagai versi kecil dari seorang pria yang lebih banyak bicara tentang ide dari...

Ketika Mimpiku Ternyata Bukan Milikku

Ketika Mimpiku Ternyata Bukan Milikku Oleh: Seorang perempuan yang sedang mempelajari dirinya sendiri Ada satu pertanyaan yang belakangan ini sering aku ulang dalam kepala: “Apakah ini benar-benar mimpiku, atau hanya warisan dari rasa ingin membahagiakan orang lain?” Aku lahir sebagai anak perempuan pertama, di sebuah keluarga yang sedang membangun segalanya dari awal. Orangtuaku bekerja keras, dan dalam ruang kosong yang mereka tinggalkan, seorang perempuan tua, nenekku mengisi peran sebagai rumah. Ia memberiku pelukan pertama, suara pengantar tidur, dan nasihat-nasihat yang menempel erat dalam ingatan. Maka ketika orang-orang bertanya siapa yang paling membentukku, jawabannya bukan ayah atau ibuku. Tapi perempuan tua yang memanggilku cucu, bukan anak. Namun menjadi anak pertama di keluarga seperti itu bukan hanya soal mencintai. Tapi juga memikul. Aku tumbuh cepat, terlalu cepat. Belajar mengalah sebelum sempat bertanya, belajar memberi sebelum mengenal ingin. Dan dari sana, lahirlah...

Hutan Hujan dan Beruang dari Kutub

Dulu, aku adalah hutan hujan tropis lebat, rimbun, basah oleh embun harapan. aku menyambut siapa saja yang datang dengan tangan terbuka dari akar-akar yang panjang. Aku menyayangi setiap yang berlalu, dan menyimpan kisah mereka di celah batang dan bunga yang mekar. Lalu datanglah singa megah, mengaum dengan janji kekuasaan. Ia menari di atas tanahku, berlari di antara ilalang, dan kukira ia ingin tinggal. Namun, ia bukan ingin berteduh. Ia merusak. Mengoyak semak, membakar alang-alang, membuat burung-burung pergi, dan aliran sungaiku kering dalam kesedihan yang tak bersuara. Aku marah. Aku memerintahkan seluruh penghuni pergi. Aku tutup pintu-pintu rimbaku, aku tak ingin siapa pun menginjak tanahku lagi. Namun ada dua yang bertahan: seekor monyet ceria yang suka berceloteh dan seekor sapi sabar yang senyumnya seperti matahari sore. Mereka tinggal. Mereka membersihkan reruntuhan dengan ketulusan yang tenang. Mereka menanam kembali bunga, menyiram luka-lukaku dengan tawa, dan menyanyikan...

Nggak Apa-Apa Kok Kalau Kamu Capek Duluan

Untuk kamu yang pernah berjuang sendirian tanpa tahu arahnya ke mana. Kamu pernah nggak sih, suka sama seseorang, tapi rasanya kayak lagi ngobrol sendirian di ruang kosong? Kamu kasih perhatian, tapi dibalas singkat. Kamu kirim pesan panjang, tapi cuma dapat “udah” atau “oke.” Kamu bertanya-tanya terus: “Aku salah apa ya?” Padahal, sebenarnya kamu nggak salah. Kadang, kita terlalu sibuk membuktikan bahwa kita layak dicintai, sampai lupa kalau dicintai itu bukan sesuatu yang harus dibuktikan mati-matian apalagi kalau kita sendirian yang usaha. Mungkin kamu udah kasih yang terbaik. Mungkin kamu bahkan sampai ngerasa, “kok aku aja yang mikirin semuanya, ya?” Tapi, tahu nggak? Itu bukan karena kamu lemah. Itu karena kamu punya hati yang besar. Dan itu indah tapi juga melelahkan. Jadi kalau kamu merasa capek, itu wajar. Kalau kamu akhirnya mundur, itu bukan berarti kamu kalah. Kamu cuma milih untuk sayang sama diri sendiri duluan. Kamu sadar, kalau cinta itu seharusnya tenang, bukan bikin k...